Senin, 28 Desember 2015

Karya ilmiah "Ritus Lengger Banyumasan dalam Pandangan Masyarakat Modern"

 






Ritus Lengger Banyumasan dalam Pandangan Masyarakat Modern



Oleh ;
Emilia Widiastuti
2601413099



PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA JAWA
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVESITAS NEGERI SEMARANG
2015



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Kesenian Lengger Banyumasan kini semakin langka dijumpai di daerah “ngapak” seperti Banyumas khususnya dan daerah Cilacap,Purwokerto dan sekitaran Banyumas yang masih terkait dengan kebudayaan Lengger Banyumasan. Namun pada masa ini Lengger Banyumasan yang sejatinya memiliki nilai mistis tinggi sudah sedikit luntur. Banyak Lengger Banyumasan kini hanya dijumpai saat ada hiburan orang yang sedang hajatan, mirisnya justru kesenian Lengger Banyumasan banyak kehilangan penikmatnya.
Baru-baru ini di daerah Adipala Kabupaten Cilacap, banyak dijumpai Lengger Banyumasan berkeliling di sekitar desa untuk “Ngamen”. Lengkap dengan penari,penabuh calungan Banyumas.
Sepertinya “Kemistisan” seorang Lengger dewasa ini sudah tidak ada dalam pandangan masyarakat. Hal ini dibuktikan dengan penari  Lengger yang sudah “Sepuh”. Padahal dalam Ritusnya sendiri Lengger ditujukan bagi wanita yang masih suci dan faedahnya belum menikah, atau jika si Lengger tersebut menikah maka kewenangan/tugasnya sebagai seorang Lengger telah usai.
Kesenian Lengger merupakan salah satu bentuk kesenian yang dilaksanakan berkaitan dengan upacara syukuran keberhasilan pasca panen di daerah Banyumas. Dalam kesenian lengger, di antara penari pada saat menari ada yang dirasuki Indhang, sehingga dalam pementasannya memiliki kemampuan, keterampilan, kekuatan dan daya tarik yang tinggi dan mempesona. Indhang ini tidak mudah datang begitu saja tetapi diperoleh dengan cara menjalankan Laku yaitu bersemadi/konsentrasi di tempat yang dianggap keramat baik oleh kelompok kesenian maupun masyarakat setempat. Kedatangan indhang dalam kesenian Lengger sangat berarti bagi penari karena akan membawa berkah, rizki, pamor, dan dapat mengobati orang yang  sakit. Indhang lengger ini dapat juga merasuk ke penari Ebeg dengan cara ndadi atau trance sehingga penari akan berbuat sesuatu di luar kemampuan dirinya.
Pada zaman sekarang, kesenian Lengger mengalami perubahan fungsi dan perubahan dalam berbagai hal. Fungsi kesenian Lengger sekarang yakni sebagai seni pertunjukan pada berbagai acara, seperti acara pernikahan, acara khitanan, acara syukuran atas keberhasilan seseorang, dan sebagainya. Perkembangan dalam kesenian Lengger yang dulu ditarikan oleh lakilaki sekarang oleh perempuan, gerak-gerak yang dulu mengandung unsur erotis dan terkesan tidak tertata sekarang gerak-geraknya sudah diperhalus dan dibakukan.

B.     Rumusan Masalah

1.      Apa yang dimaksud dengan Ritus Lengger Banyumasan itu ?
2.      Bagaimana pandangan Masyarakat Modern pada Ritus Lengger Banyumasan ?

C.    Tujuan

1.      Mengetahui Apa yang dimaksud dengan Ritus Lengger Banyumasan.
2.      Mengetahui sudut pandang Modern pada Ritus Lengger Banyumasan.

D.    Manfaat
1.      Sebagai informasi bagaimana seorang Lengger Banyumasan di Ritus untuk mendapatkan indhang pada saat menari.
2.      Sebagai media ilmu pengetahuan.




BAB II
PEMBAHASAN

A.    Ritus Sebagai Seorang Lengger

Sebagai seorang Lengger, dituntut agar dirinya mempunyai keluwesan dan daya pikat yang mempesona, biasanya para perempuan yang beranjak remaja pada kisaran usia belasan tahun. Untuk menjadi seorang Lengger terdapat beberapa macam syarat yang harus di penuhi oleh para calon penari Lengger proses ini di sebut nguntil dan orang yang melakukannya di sebut unthul. Seorang calon Lengger dapat di ketahui sejak dirinya masih anak-anak, mereka biasanya mampu menyanyi dan menari melebihi kemampuan anak-anak pada umumnya. Masyarakat meyakini bahwa anak tersebut di masuki oleh indhang atau roh Lengger dan digariskan untuk menjadi Lengger atau penari Lengger.
Keterkaitan indhang pada Lengger akan membuat para Lengger memiliki ketrampilan, kemampuan dan daya tarik tinggi dan mempesona pada saat penari Lengger berpentas di depan khalayak. Indhang ini tidak mudah datang begitu saja, tetapi di peroleh dengan cara laku atau bertapa dan priatin. Mereka menganggap kedatangan indhang dalam kesenian Lengger sangat berarti bagi penari, karena akan membawa berkah, rizki, pamor, dan dapat mengobati orang yang sakit.
Kedatangan indhang di tandai dengan adanya kesurupan.Untuk menjadi seorang penari Lengger, pada tahap pertama para calon Lengger harus melakukan laku, atau perilaku khusus untuk mendapatkan sesuatu yang khusus dalam ritus Jawa, yaitu topo broto dan topo ngrame. Topo Broto adalah kegiatan priatin, ngasrep atau mengurangi garam dan mengurangi makan. Hal ini ditunjukan agar para Lengger dapat terasah mentalnya dan menambah ketertarikan pada diri Lengger. Sedangkan topo ngrame adalah kegiatan latihan menari oleh para calon penari Lengger.
Tahap kedua adalah tahap dimana para unthul atau calon Lengger mandi di tujuh sendang di dalam hutan dimalam bulan purnama, agar indhang yang di milik oleh para unthul dapat memberikan kekuatan supranatural. ritus ketiga adalah mandi di sumur keramat yang diyakini dapat memberikan aura cantik kepada para unthul.
Ritual puncak dari seorang calon Lengger adalah upacara Gladhen atau penobatan, yang di laksanakan pada waktu malam jum’at kliwon dengan menyediakan sajen seperti semara, kaca pengilon, minyak wangi, tembakau, rokok, bedak dan lampu senthir. Gladen diawali dengan acara bukak kusan, yaitu menutupi wajah Lengger dengan kukusan atau alat untuk menanak nasi. Hal ini menyimbolkan bahwa di buanglah rasa malu dari Lengger agar dapat bebas berekspresi ketika dalam pertunjukan. Dan pada pelaksanaan Gladhen ini diiringi oleh gendhing banyumasan, biasanya Sekar gadhung dan Eling-eling.
Tahap ini adalah contoh tahap yang di lakukan para Lengger di daerah Jatilawang, daerah yang di yakini lahirnya para penari Lengger atau Lengger. Topo Broto, topo ngrame, Gladhen dan bukak kusan masih sering di jalankan di wilayah Banyumas.
Dalam beberapa pendapat terdapat tahap bukak klambu, istilah ini terkenal sejak novel Ahmad Tohari di terbitkan. Memang dari beberapa sumber menyetujui bahwa tradisi bukak klambu atau memerawani sang calon Lengger adalah ritual yang paling penting dilakukan. Bukak klambu di lakukan oleh laki-laki yang mampu membayar sang Lengger dengan nilai tertinggi. Tradisi bukak klambu menyimbolkan makna bertemunya lingga dan yoni, yang mewakili simbol kesuburan (Sunaryadi 2000: 53).
Setelah ritual-ritual tersebut di lakukan barulah sang Lengger melakukan proses midhang yang maksudnya melakukan proses tujuh pertunjukan. Midhang ini menyimbolkan telah sahnya seorang unthul menjadi Lengger dan mulai menjalani kehidupan dalam dunia Lengger. Hal ini d harapkan agar para Lengger atau penari Lengger ini mampu mempromosikan dirinya dan meminta restu dari para warga sekitar.

B.     Pandangan Masyarakat Modern terhadap Ritus Lengger Banyumasan
Tradisi “Ritus” atau orang awam menyebutnya sebagai “Ritual” bagi seorang Lengger nampaknya sudah tidak dijumpai. Lengger selalu menjadi pro dan kontra bagi masyarakat pendukungnya. Sisa-sisa tradisi masa lalu tentang lengger selalu dikaitkan dengan kegiatan prostitusi terselubung. Prosesi bukak klambu seperti halnya dipaparkan dalam Ronggeng Dukuh Paruk akhirnya banyak dimanfaatkan untuk pelampiasan nafsu seksual. Di dalam tradisi masa lalu ada pula praktek prostitusi terselubung melalui upacara gowokan, yaitu semacam pendidikan seks bagi remaja yang hendak menikah dengan cara remaja itu hidup serumah dengan seorang gowok (biasanya lengger tua).
Di sisi lain sebagian lengger di luar panggung ada pula yang menjajakan dirinya untuk pemenuhan kebutuhan biologis bagi lelaki hidung belang. Kenyataan demikian telah menjadi trade mark bagi lengger seolah-olah kesenian ini identik dengan praktek-praktek prostitusi terselubung. Namun demikian pada kenyataannya tidak semua lengger melakukan penyimpangan-penyimpangan seksual seperti halnya yang disebutkan di atas.
Pandangan-pandangan negatif terhadap lengger terutama datang dari kalangan santri yaitu penganut agama Islam yang memegang erat doktrin Islam secara kuat, terutama dalam hal penafsiran moral dan sosialnya (Geertz,1983:173). Menonton lengger adalah perbuatan yang mubah atau bahkan dapat digolongkan perbuatan yang dikharamkan. Apabila dilihat dari keadaan yang terjadi pada masa lalu, memang pandangan seperti ini tidak sepenuhnya salah, sebab pada kenyataannya melalui pertunjukan lengger terjadi praktek-praktek perbuatan yang bertentangan dengan doktrin Islam. Namun demikian apabila dipandang dari usur seninya maka tidak ada hal-hal yang patut ditolak oleh ajaran Rasulullah tersebut.
Pada kenyataannya apapun penilaian masyarakat, pertunjukan lengger masih terus berlangsung sampai saat sekarang.
Lengger tetap mampu bertahan hidup di tengah hiruk-pikuknya berbagai macam dan bentuk hiburan dengan isi dan teknik penawaran yang semakin canggih.
 Lengger tetap menjadi bagian dari tradisi masyarakat Banyumas yang mampu memberikan hiburan segar bagi penontonnya.  Dalam perkembangannya justru lengger mampu memadukan konsep tradisi-modern dalam setiap pertunjukannya. Kenyataan demikian dapat dilihat melalui rias kostum, bentuk tarian, gending atau lagi yang disajikan atau peralatan pendukung yang dibutuhkan dalam pementasan.
 Rias lengger saat ini tidak lagi memakai jelaga dan teres pada masa lalu, melainkan pakai peralatan kecantikan modern. Kostum yang dipakai penari juga semakin menunjukkan adanya perkembangan yang cukup pesat dalam ukuran seni pertunjukan tradisional. Bentuk gerak semakin bervariasi dengan dipadukan dengan bentuk-bentuk modern dance yang memungkinkan lebih memikat penonton. Daam hal sajian gending atau lagu, saat ini lazim disajikan gending atau lagu-lagu campursari atau lagu-lagu pop.
Untuk mendukung disajikannya lagu-lagu campursari dan lagu-lagu pop ini tentu saja ditambahkan pula instrumen-instrumen musik tertentu yang bersifat non tradisi. Demikian pula peralatan pendukung pementasan sudah dilengkapi dengan perangkat sound sistem dan lighting yang cukup memadai.
Lengger sudah mulai digarap melalui paket-paket tari Banyumasan yang dikemas dalam bentuk dan garap tarian tertentu. Penggarapan demikian ternyata telah menjadikan lengger dapat merambah ke segala lapisan masyarakat, baik di tingkat bawah maupun di kalangan elite class. Ini menggambarkan kesenian lengger telah mampu menunjukkan eksistensinya sebagai bentuk kesenian yang masih dimaui oleh masyarakat pendukungnya.
Selaras dengan perkembangan jaman, memang kehidupan manusia senantiasa mengalami perubahan. Hal ini terjadi pula dengan keberadaan lengger.
Perubahan pola pikir masyarakat dari mistis ke fungsional telah mengubah tata cara hidup, termasuk dalam memandang, memfungsikan dan atau memanfaatkan kesenian yang menjadi miliknya. Lengger yang semula hadir sebagai sarana upacara kesuburan kini praktis lebih berfungsi sebagai sarana hiburan. Pergeseran fungsi semacam ini adalah sesuatu yang wajar mengingat kebutuhan masyarakat Banyumas berkaitan dengan kehadiran lengger sudah berubah.
Apabila pada masa lalu lengger memiliki posisi sebagai kesenian yang harus hadir untuk keperluan upacara ritual, maka saat ini harus puas dengan posisi barunya “hanya” sebagai sarana pemenuhan kebutuhan hiburan. Oleh karena itu sangat wajar apabila seniman-seniman yang terlibat langsung dalam seni lengger saat sekarang banyak mengubah atau merevisi pandangan masa lalu tentang keberadaan lengger dengan konsep-konsep baru yang lebih mengarah pada konsep entertainment yang memandang bahwa jika lengger ingin tetap bertahan maka harus mengubahnya menjadi cabang seni pertunjukan yang mampu memuaskan penonton lewat sajian-sajiannya.




BAB III
PENUTUP

Lengger adalah lengger yang harus dipahami sebagai cabang seni pertunjukan yang mau tidak mau harus mampu membawa penonton hanyut dalam pementasannya. Ketika berbagai bentuk upacara ritual yang membutuhkan kehadiran lengger sebagai bagian terpenting di dalamnya sudah tinggal mitos, maka kesenian ini harus rela hadir sebagai sarana hiburan. Hal ini merupakan konsekuensi logis yang harus dialami oleh berbagai bentuk kesenian tradisional yang tumbuh dan berkembang di masyarakat. Kiranya ini adalah sesuatu yang sangat masuk akal bagi suatu cabang seni yang ingin tetap mampu bertahan di tengah derasnya arus perubahan jaman. Cabang seni apapun yang tidak mampu memberikan manfaat langsung bagi pemiliknya maka ia harus merelakan dirinya untuk tergeser ke tepi atau bahkan mengalami kepunahan.
Dalam kehidupan manusia kesenian memiliki posisi yang sangat penting. Tidak ada satu kelompok masyarakat pun yang tidak membutuhkan kehadiran kesenian. Kesenian dapat dikatakan merupakan salah satu kebutuhan pokok selain makan dan minum. Setiap manusia dalam aktivitas hidupnya tidak akan pernah lepas dari tindakan-tindakan estetis yang fungsional berkaitan dengan tujuan sesungguhnya yang ingin dicapai. Penjual makanan di pasar sering terlihat menghitung barang dagangannya dengan lagu dan irama tertentu. Katanya agar tidak lupa jumlah yang akan diberikan kepada pembeli.
Tindakan demikian merupakan tindakan bernuansa estetis namun fungsional dengan pekerjaan yang sedang dilakukan. Dalam kehidupan masyarakat primitif, kesenian dianggap suatu karya puncak yang terjadi karena manunggalnya cipta, rasa, dan karsa manusia. Sebagai karya puncak, kesenian menjadi suatu hal yang sangat pantas untuk dipersembahkan kepada Sang Pencipta Alam Semesta. Kesenian diyakini sebagai sesuatu yang agung dan penciptaannya sebagai puncak-puncak perenungan batin yang paling dalam.
Di sinilah letak kelebihan karya seni sehingga bagi masyarakat yang masih berpola kehidupan tradisional dipercayai sebagai sesuatu hal yang sangat layak untuk sarana persembahan. Persembahan berupa karya seni itu dipercaya akan menjadikan doa-doa yang ditujukan kepada Sang Pencipta akan didengar dan dengan demikian pula kelestarian hidup umat manusia akan tetap terjamin. Tindakan persembahan seperti itu tidaklah murni hubungan ritual manusia dengan Tuhan.
Di dalamnya ada unsur-unsur tertentu yang bersifat menghibur diri sehingga hidup mereka lebih bermakna. Bentuk tindakan demikian dapat dilihat pada kesenian lengger di daerah Banyumas. Kesenian ini dalam perkembangannya tidak saja sebagai sarana hiburan, melainkan juga sering digunakan sebagai sarana upacara yang berkaitan dengan kesuburan.

Lengger merupakan salah satu bentuk kesenian khas yang tumbuh dan berkembang di daerah Banyumas. Kesenian ini tersaji dalam bentuk tari rakyat yang kemunculannya sangat dipengaruhi oleh latar belakang budaya masyarakat setempat yang dijiwai oleh semangat kerakyatan. Berdasarkan gotek, istilah “lengger” merupakan jarwo dhosok yang berarti diarani leng jebulane jengger (dikira perempuan ternyata laki-laki) (Koderi,1991:60).
Pengertian demikian berkaitan dengan apa yang terjadi pada masa lalu, penari lengger adalah seorang laki-laki yang berdandan seperti wanita.  Ada pula yang menyebutkan bahwa istilah lengger berarti ana celeng padha geger. Pengertian ini tidak lain berkaitan dengan pola kehidupan tradisional agraris masyarakat yang bermukim di daerah Banyumas. Kultur petani di daerah ini telah melahirkan tradisi lengger yang menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sosial masyarakat setempat. Kalimat ana celeng padha geger diilhami oleh hama babi hutan yang merusak tanaman pertanian (padi, jagung, jewawut, ketela pohon, dan lain-lain).
Apabila sekelompok babi hutan datang merusak tanaman pertanian maka masyarakat geger dengan membunyikan berbagai bunyi-bunyian untuk mengusir hama tanaman tersebut. Kebiasaan ini kemudian diungkapkan kembali melalui tabuh-tabuhan alat musik yang diberi tari-tarian yang akhirnya disebut dengan istilah “lengger”. Ada dua fungsi yang menonjol melalui kehadiran kesenian lengger di daerah Banyumas yaitu sebagai sarana upacara kesuburan dan media hiburan. Keduanya sama-sama penting dan hadir menjadi satu-kesatuan bentuk pementasan. Artinya, ketika lengger hadir dalam menjalankan fungsinya sebagai sarana upacara kesuburan, di dalamnya juga hadir fungsi hiburan.
Demikian pula pada saat kesenian ini disajikan sebagai sarana hiburan, di dalamnya juga terkandung fungsi kesuburan. Kedua fungsi tersebut sama-sama penting dan tidak dapat dipisah-pisahkan dalam pelaksanaannya. Secara spesifik, fungsi sebagai sarana upacara kesuburan dalam kesenian lengger dapat dilihat pada pelaksanaan upacara baritan yaitu upacar minta hujan dan keselamatan ternak.
Adapun sebaga sarana hiburan dapat disaksikan melalui pementasan-pementasan untuk keperluan tanggapan pada acara khajatan penduduk di daerah Banyumas dan sekitarnya. Namun demikian dalam pelaksanaannya baik sebagai sarana upacara kesuburan maupun sebagai sarana hiburan, bentuk penyajiannya nyaris tidak ada perbedaan yang berarti. Selain itu ketika lengger hadir dalam upacara kesuburan, pada kenyataannya aspek hiburannya terasa sangat kental. Penonton ikut berjoged bersama lengger dalam bentuk banceran (menari bersama lengger dengan cara memberikan sejumlah uang).
Demikian pula dalam pertunjukan lengger untuk keperluan hiburan seringkali dapat dilihat seorang ibu menggendong anaknya yang masih kecil ke dekat lengger untuk dicium keningnya dengan tujuan agar anaknya tidak terkena sawan (godaan makhluk jahat) dan agar anaknya kelak dapat tumbuh dewasa dengan paras secantik lengger yang sedang pentas.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar