Ritus Lengger Banyumasan dalam
Pandangan Masyarakat Modern
Oleh
;
Emilia
Widiastuti
2601413099
PENDIDIKAN
BAHASA DAN SASTRA JAWA
FAKULTAS
BAHASA DAN SENI
UNIVESITAS
NEGERI SEMARANG
2015
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesenian
Lengger Banyumasan kini semakin langka dijumpai di daerah “ngapak” seperti
Banyumas khususnya dan daerah Cilacap,Purwokerto dan sekitaran Banyumas yang
masih terkait dengan kebudayaan Lengger Banyumasan. Namun pada masa ini Lengger
Banyumasan yang sejatinya memiliki nilai mistis tinggi sudah sedikit luntur.
Banyak Lengger Banyumasan kini hanya dijumpai saat ada hiburan orang yang
sedang hajatan, mirisnya justru kesenian Lengger Banyumasan banyak kehilangan
penikmatnya.
Baru-baru
ini di daerah Adipala Kabupaten Cilacap, banyak dijumpai Lengger Banyumasan
berkeliling di sekitar desa untuk “Ngamen”. Lengkap dengan penari,penabuh
calungan Banyumas.
Sepertinya
“Kemistisan” seorang Lengger dewasa ini sudah tidak ada dalam pandangan
masyarakat. Hal ini dibuktikan dengan penari
Lengger yang sudah “Sepuh”. Padahal dalam Ritusnya sendiri Lengger
ditujukan bagi wanita yang masih suci dan faedahnya belum menikah, atau jika si
Lengger tersebut menikah maka kewenangan/tugasnya sebagai seorang Lengger telah
usai.
Kesenian
Lengger merupakan salah satu bentuk kesenian yang dilaksanakan berkaitan dengan
upacara syukuran keberhasilan pasca panen di daerah Banyumas. Dalam kesenian
lengger, di antara penari pada saat menari ada yang dirasuki Indhang, sehingga
dalam pementasannya memiliki kemampuan, keterampilan, kekuatan dan daya tarik
yang tinggi dan mempesona. Indhang ini tidak mudah datang begitu saja tetapi
diperoleh dengan cara menjalankan Laku yaitu bersemadi/konsentrasi di tempat
yang dianggap keramat baik oleh kelompok kesenian maupun masyarakat setempat.
Kedatangan indhang dalam kesenian Lengger sangat berarti bagi penari karena
akan membawa berkah, rizki, pamor, dan dapat mengobati orang yang sakit.
Indhang lengger ini dapat juga merasuk ke penari Ebeg dengan cara ndadi atau trance
sehingga penari akan berbuat sesuatu di luar kemampuan dirinya.
Pada
zaman sekarang, kesenian Lengger mengalami perubahan fungsi dan perubahan dalam
berbagai hal. Fungsi kesenian Lengger sekarang yakni sebagai seni pertunjukan
pada berbagai acara, seperti acara pernikahan, acara khitanan, acara syukuran
atas keberhasilan seseorang, dan sebagainya. Perkembangan dalam kesenian
Lengger yang dulu ditarikan oleh lakilaki sekarang oleh perempuan, gerak-gerak
yang dulu mengandung unsur erotis dan terkesan tidak tertata sekarang
gerak-geraknya sudah diperhalus dan dibakukan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa
yang dimaksud dengan Ritus Lengger Banyumasan itu ?
2. Bagaimana
pandangan Masyarakat Modern pada Ritus Lengger Banyumasan ?
C. Tujuan
1. Mengetahui
Apa yang dimaksud dengan Ritus Lengger Banyumasan.
2. Mengetahui
sudut pandang Modern pada Ritus Lengger Banyumasan.
D. Manfaat
1. Sebagai
informasi bagaimana seorang Lengger Banyumasan di Ritus untuk mendapatkan
indhang pada saat menari.
2. Sebagai
media ilmu pengetahuan.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Ritus
Sebagai Seorang Lengger
Sebagai seorang Lengger, dituntut
agar dirinya mempunyai keluwesan dan daya pikat yang mempesona, biasanya para
perempuan yang beranjak remaja pada kisaran usia belasan tahun. Untuk menjadi
seorang Lengger terdapat beberapa macam syarat yang harus di penuhi oleh para
calon penari Lengger proses ini di sebut nguntil dan orang yang melakukannya di
sebut unthul. Seorang calon Lengger
dapat di ketahui sejak dirinya masih anak-anak, mereka biasanya mampu menyanyi
dan menari melebihi kemampuan anak-anak pada umumnya. Masyarakat meyakini bahwa
anak tersebut di masuki oleh indhang atau roh Lengger dan digariskan untuk
menjadi Lengger atau penari Lengger.
Keterkaitan indhang pada Lengger akan membuat para Lengger memiliki
ketrampilan, kemampuan dan daya tarik tinggi dan mempesona pada saat penari
Lengger berpentas di depan khalayak. Indhang ini tidak mudah datang begitu
saja, tetapi di peroleh dengan cara laku atau bertapa dan priatin. Mereka
menganggap kedatangan indhang dalam kesenian Lengger sangat berarti bagi penari,
karena akan membawa berkah, rizki, pamor, dan dapat mengobati orang yang sakit.
Kedatangan
indhang di tandai dengan adanya
kesurupan.Untuk menjadi seorang penari Lengger, pada tahap pertama para calon
Lengger harus melakukan laku, atau perilaku khusus untuk mendapatkan sesuatu
yang khusus dalam ritus Jawa, yaitu topo
broto dan topo ngrame. Topo Broto adalah kegiatan priatin,
ngasrep atau mengurangi garam dan mengurangi makan. Hal ini ditunjukan agar
para Lengger dapat terasah mentalnya dan menambah ketertarikan pada diri
Lengger. Sedangkan topo ngrame adalah
kegiatan latihan menari oleh para calon penari Lengger.
Tahap
kedua adalah tahap dimana para unthul
atau calon Lengger mandi di tujuh sendang di dalam hutan dimalam bulan purnama,
agar indhang yang di milik oleh para unthul dapat memberikan kekuatan
supranatural. ritus ketiga adalah mandi di sumur keramat yang diyakini dapat
memberikan aura cantik kepada para unthul.
Ritual
puncak dari seorang calon Lengger adalah upacara Gladhen atau penobatan, yang
di laksanakan pada waktu malam jum’at kliwon dengan menyediakan sajen seperti
semara, kaca pengilon, minyak wangi, tembakau, rokok, bedak dan lampu senthir.
Gladen diawali dengan acara bukak kusan, yaitu menutupi wajah Lengger dengan
kukusan atau alat untuk menanak nasi. Hal ini menyimbolkan bahwa di buanglah
rasa malu dari Lengger agar dapat bebas berekspresi ketika dalam pertunjukan.
Dan pada pelaksanaan Gladhen ini diiringi oleh gendhing banyumasan, biasanya
Sekar gadhung dan Eling-eling.
Tahap ini
adalah contoh tahap yang di lakukan para Lengger di daerah Jatilawang, daerah
yang di yakini lahirnya para penari Lengger atau Lengger. Topo Broto, topo
ngrame, Gladhen dan bukak kusan masih sering di jalankan di wilayah Banyumas.
Dalam
beberapa pendapat terdapat tahap bukak klambu, istilah ini terkenal sejak novel
Ahmad Tohari di terbitkan. Memang dari beberapa sumber menyetujui bahwa tradisi
bukak klambu atau memerawani sang calon Lengger adalah ritual yang paling
penting dilakukan. Bukak klambu di lakukan oleh laki-laki yang mampu membayar
sang Lengger dengan nilai tertinggi. Tradisi bukak klambu menyimbolkan makna
bertemunya lingga dan yoni, yang mewakili simbol kesuburan (Sunaryadi 2000:
53).
Setelah
ritual-ritual tersebut di lakukan barulah sang Lengger melakukan proses midhang
yang maksudnya melakukan proses tujuh pertunjukan. Midhang ini menyimbolkan
telah sahnya seorang unthul menjadi Lengger dan mulai menjalani kehidupan dalam
dunia Lengger. Hal ini d harapkan agar para Lengger atau penari Lengger ini
mampu mempromosikan dirinya dan meminta restu dari para warga sekitar.
B.
Pandangan
Masyarakat Modern terhadap Ritus Lengger Banyumasan
Tradisi
“Ritus” atau orang awam menyebutnya sebagai “Ritual” bagi seorang Lengger
nampaknya sudah tidak dijumpai. Lengger selalu menjadi pro dan kontra bagi
masyarakat pendukungnya. Sisa-sisa tradisi masa lalu tentang lengger selalu
dikaitkan dengan kegiatan prostitusi terselubung. Prosesi bukak klambu seperti
halnya dipaparkan dalam Ronggeng Dukuh Paruk akhirnya banyak dimanfaatkan untuk
pelampiasan nafsu seksual. Di dalam tradisi masa lalu ada pula praktek
prostitusi terselubung melalui upacara gowokan, yaitu semacam pendidikan seks
bagi remaja yang hendak menikah dengan cara remaja itu hidup serumah dengan
seorang gowok (biasanya lengger tua).
Di
sisi lain sebagian lengger di luar panggung ada pula yang menjajakan dirinya
untuk pemenuhan kebutuhan biologis bagi lelaki hidung belang. Kenyataan
demikian telah menjadi trade mark bagi lengger seolah-olah kesenian ini identik
dengan praktek-praktek prostitusi terselubung. Namun demikian pada kenyataannya
tidak semua lengger melakukan penyimpangan-penyimpangan seksual seperti halnya
yang disebutkan di atas.
Pandangan-pandangan negatif terhadap lengger terutama datang dari kalangan santri yaitu penganut agama Islam yang memegang erat doktrin Islam secara kuat, terutama dalam hal penafsiran moral dan sosialnya (Geertz,1983:173). Menonton lengger adalah perbuatan yang mubah atau bahkan dapat digolongkan perbuatan yang dikharamkan. Apabila dilihat dari keadaan yang terjadi pada masa lalu, memang pandangan seperti ini tidak sepenuhnya salah, sebab pada kenyataannya melalui pertunjukan lengger terjadi praktek-praktek perbuatan yang bertentangan dengan doktrin Islam. Namun demikian apabila dipandang dari usur seninya maka tidak ada hal-hal yang patut ditolak oleh ajaran Rasulullah tersebut.
Pada kenyataannya apapun penilaian masyarakat, pertunjukan lengger masih terus berlangsung sampai saat sekarang.
Pandangan-pandangan negatif terhadap lengger terutama datang dari kalangan santri yaitu penganut agama Islam yang memegang erat doktrin Islam secara kuat, terutama dalam hal penafsiran moral dan sosialnya (Geertz,1983:173). Menonton lengger adalah perbuatan yang mubah atau bahkan dapat digolongkan perbuatan yang dikharamkan. Apabila dilihat dari keadaan yang terjadi pada masa lalu, memang pandangan seperti ini tidak sepenuhnya salah, sebab pada kenyataannya melalui pertunjukan lengger terjadi praktek-praktek perbuatan yang bertentangan dengan doktrin Islam. Namun demikian apabila dipandang dari usur seninya maka tidak ada hal-hal yang patut ditolak oleh ajaran Rasulullah tersebut.
Pada kenyataannya apapun penilaian masyarakat, pertunjukan lengger masih terus berlangsung sampai saat sekarang.
Lengger
tetap mampu bertahan hidup di tengah hiruk-pikuknya berbagai macam dan bentuk
hiburan dengan isi dan teknik penawaran yang semakin canggih.
Lengger tetap menjadi bagian dari tradisi
masyarakat Banyumas yang mampu memberikan hiburan segar bagi penontonnya.
Dalam perkembangannya justru lengger mampu memadukan konsep tradisi-modern
dalam setiap pertunjukannya. Kenyataan demikian dapat dilihat melalui rias
kostum, bentuk tarian, gending atau lagi yang disajikan atau peralatan
pendukung yang dibutuhkan dalam pementasan.
Rias lengger saat ini tidak lagi memakai
jelaga dan teres pada masa lalu, melainkan pakai peralatan kecantikan modern.
Kostum yang dipakai penari juga semakin menunjukkan adanya perkembangan yang
cukup pesat dalam ukuran seni pertunjukan tradisional. Bentuk gerak semakin
bervariasi dengan dipadukan dengan bentuk-bentuk modern dance yang memungkinkan
lebih memikat penonton. Daam hal sajian gending atau lagu, saat ini lazim
disajikan gending atau lagu-lagu campursari atau lagu-lagu pop.
Untuk
mendukung disajikannya lagu-lagu campursari dan lagu-lagu pop ini tentu saja
ditambahkan pula instrumen-instrumen musik tertentu yang bersifat non tradisi.
Demikian pula peralatan pendukung pementasan sudah dilengkapi dengan perangkat
sound sistem dan lighting yang cukup memadai.
Lengger
sudah mulai digarap melalui paket-paket tari Banyumasan yang dikemas dalam
bentuk dan garap tarian tertentu. Penggarapan demikian ternyata telah
menjadikan lengger dapat merambah ke segala lapisan masyarakat, baik di tingkat
bawah maupun di kalangan elite class. Ini menggambarkan kesenian lengger telah
mampu menunjukkan eksistensinya sebagai bentuk kesenian yang masih dimaui oleh
masyarakat pendukungnya.
Selaras dengan perkembangan jaman, memang kehidupan manusia senantiasa mengalami perubahan. Hal ini terjadi pula dengan keberadaan lengger.
Selaras dengan perkembangan jaman, memang kehidupan manusia senantiasa mengalami perubahan. Hal ini terjadi pula dengan keberadaan lengger.
Perubahan
pola pikir masyarakat dari mistis ke fungsional telah mengubah tata cara hidup,
termasuk dalam memandang, memfungsikan dan atau memanfaatkan kesenian yang
menjadi miliknya. Lengger yang semula hadir sebagai sarana upacara kesuburan
kini praktis lebih berfungsi sebagai sarana hiburan. Pergeseran fungsi semacam
ini adalah sesuatu yang wajar mengingat kebutuhan masyarakat Banyumas berkaitan
dengan kehadiran lengger sudah berubah.
Apabila
pada masa lalu lengger memiliki posisi sebagai kesenian yang harus hadir untuk
keperluan upacara ritual, maka saat ini harus puas dengan posisi barunya
“hanya” sebagai sarana pemenuhan kebutuhan hiburan. Oleh karena itu sangat
wajar apabila seniman-seniman yang terlibat langsung dalam seni lengger saat
sekarang banyak mengubah atau merevisi pandangan masa lalu tentang keberadaan
lengger dengan konsep-konsep baru yang lebih mengarah pada konsep entertainment
yang memandang bahwa jika lengger ingin tetap bertahan maka harus mengubahnya
menjadi cabang seni pertunjukan yang mampu memuaskan penonton lewat
sajian-sajiannya.
BAB III
PENUTUP
Lengger adalah lengger yang harus
dipahami sebagai cabang seni pertunjukan yang mau tidak mau harus mampu membawa
penonton hanyut dalam pementasannya. Ketika berbagai bentuk upacara ritual yang
membutuhkan kehadiran lengger sebagai bagian terpenting di dalamnya sudah
tinggal mitos, maka kesenian ini harus rela hadir sebagai sarana hiburan. Hal
ini merupakan konsekuensi logis yang harus dialami oleh berbagai bentuk
kesenian tradisional yang tumbuh dan berkembang di masyarakat. Kiranya ini
adalah sesuatu yang sangat masuk akal bagi suatu cabang seni yang ingin tetap
mampu bertahan di tengah derasnya arus perubahan jaman. Cabang seni apapun yang
tidak mampu memberikan manfaat langsung bagi pemiliknya maka ia harus merelakan
dirinya untuk tergeser ke tepi atau bahkan mengalami kepunahan.
Dalam kehidupan manusia kesenian
memiliki posisi yang sangat penting. Tidak ada satu kelompok masyarakat pun yang
tidak membutuhkan kehadiran kesenian. Kesenian dapat dikatakan merupakan salah
satu kebutuhan pokok selain makan dan minum. Setiap manusia dalam aktivitas
hidupnya tidak akan pernah lepas dari tindakan-tindakan estetis yang fungsional
berkaitan dengan tujuan sesungguhnya yang ingin dicapai. Penjual makanan di
pasar sering terlihat menghitung barang dagangannya dengan lagu dan irama
tertentu. Katanya agar tidak lupa jumlah yang akan diberikan kepada pembeli.
Tindakan demikian merupakan tindakan
bernuansa estetis namun fungsional dengan pekerjaan yang sedang dilakukan. Dalam
kehidupan masyarakat primitif, kesenian dianggap suatu karya puncak yang
terjadi karena manunggalnya cipta, rasa, dan karsa manusia. Sebagai karya
puncak, kesenian menjadi suatu hal yang sangat pantas untuk dipersembahkan
kepada Sang Pencipta Alam Semesta. Kesenian diyakini sebagai sesuatu yang agung
dan penciptaannya sebagai puncak-puncak perenungan batin yang paling dalam.
Di sinilah letak kelebihan karya seni
sehingga bagi masyarakat yang masih berpola kehidupan tradisional dipercayai
sebagai sesuatu hal yang sangat layak untuk sarana persembahan. Persembahan
berupa karya seni itu dipercaya akan menjadikan doa-doa yang ditujukan kepada
Sang Pencipta akan didengar dan dengan demikian pula kelestarian hidup umat
manusia akan tetap terjamin. Tindakan persembahan seperti itu tidaklah murni
hubungan ritual manusia dengan Tuhan.
Di dalamnya ada unsur-unsur tertentu
yang bersifat menghibur diri sehingga hidup mereka lebih bermakna. Bentuk
tindakan demikian dapat dilihat pada kesenian lengger di daerah Banyumas.
Kesenian ini dalam perkembangannya tidak saja sebagai sarana hiburan, melainkan
juga sering digunakan sebagai sarana upacara yang berkaitan dengan kesuburan.
Lengger merupakan salah satu bentuk
kesenian khas yang tumbuh dan berkembang di daerah Banyumas. Kesenian ini
tersaji dalam bentuk tari rakyat yang kemunculannya sangat dipengaruhi oleh
latar belakang budaya masyarakat setempat yang dijiwai oleh semangat
kerakyatan. Berdasarkan gotek, istilah “lengger” merupakan jarwo dhosok yang
berarti diarani leng jebulane jengger (dikira perempuan ternyata laki-laki)
(Koderi,1991:60).
Pengertian demikian berkaitan dengan apa
yang terjadi pada masa lalu, penari lengger adalah seorang laki-laki yang
berdandan seperti wanita. Ada pula yang menyebutkan bahwa istilah lengger
berarti ana celeng padha geger. Pengertian ini tidak lain berkaitan dengan pola
kehidupan tradisional agraris masyarakat yang bermukim di daerah Banyumas.
Kultur petani di daerah ini telah melahirkan tradisi lengger yang menjadi
bagian tak terpisahkan dari kehidupan sosial masyarakat setempat. Kalimat ana
celeng padha geger diilhami oleh hama babi hutan yang merusak tanaman pertanian
(padi, jagung, jewawut, ketela pohon, dan lain-lain).
Apabila sekelompok babi hutan datang
merusak tanaman pertanian maka masyarakat geger dengan membunyikan berbagai
bunyi-bunyian untuk mengusir hama tanaman tersebut. Kebiasaan ini kemudian
diungkapkan kembali melalui tabuh-tabuhan alat musik yang diberi tari-tarian
yang akhirnya disebut dengan istilah “lengger”. Ada dua fungsi yang menonjol
melalui kehadiran kesenian lengger di daerah Banyumas yaitu sebagai sarana
upacara kesuburan dan media hiburan. Keduanya sama-sama penting dan hadir
menjadi satu-kesatuan bentuk pementasan. Artinya, ketika lengger hadir dalam
menjalankan fungsinya sebagai sarana upacara kesuburan, di dalamnya juga hadir
fungsi hiburan.
Demikian pula pada saat kesenian ini
disajikan sebagai sarana hiburan, di dalamnya juga terkandung fungsi kesuburan.
Kedua fungsi tersebut sama-sama penting dan tidak dapat dipisah-pisahkan dalam
pelaksanaannya. Secara spesifik, fungsi sebagai sarana upacara kesuburan dalam
kesenian lengger dapat dilihat pada pelaksanaan upacara baritan yaitu upacar
minta hujan dan keselamatan ternak.
Adapun sebaga sarana hiburan dapat
disaksikan melalui pementasan-pementasan untuk keperluan tanggapan pada acara
khajatan penduduk di daerah Banyumas dan sekitarnya. Namun demikian dalam
pelaksanaannya baik sebagai sarana upacara kesuburan maupun sebagai sarana
hiburan, bentuk penyajiannya nyaris tidak ada perbedaan yang berarti. Selain
itu ketika lengger hadir dalam upacara kesuburan, pada kenyataannya aspek
hiburannya terasa sangat kental. Penonton ikut berjoged bersama lengger dalam
bentuk banceran (menari bersama lengger dengan cara memberikan sejumlah uang).
Demikian pula dalam pertunjukan lengger
untuk keperluan hiburan seringkali dapat dilihat seorang ibu menggendong
anaknya yang masih kecil ke dekat lengger untuk dicium keningnya dengan tujuan
agar anaknya tidak terkena sawan (godaan makhluk jahat) dan agar anaknya kelak
dapat tumbuh dewasa dengan paras secantik lengger yang sedang pentas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar